Lompat ke isi

Wikipedia:Bak pasir

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Kerukunan Keluarga Kawanua (disingkat KKK) adalah sebuah organisasi adat di Indonesia. Organisasi ini adalah sebuah organisasi yang merupakan perkumpulan warga Kawanua yang merupakan warga Minahasa, Sulawesi Utara di tanah rantau. Organisasi ini berlandaskan asas kekeluargaan antar masyarakat yang dipersatukan melalui garis keturunan maupun kesamaan daerah asal. Organisasi ini saat ini telah berusia 40 tahun dan saat ini diketuai oleh bapak Benny Joshua Mamoto.

Sejarah

Fase I

Pada tahun 1970’an beberapa tokoh dari Pakasaaan Kakas seperti:

Jan Walandow (Presdir Sarunta Waya) Hein Lalamentik (mantan Gubernur NTT) Hans dan Non Tengker (Ketua Yayasan Gideon) Jules Walandow (wakil Predir Sarunta Waya) Radus Lalamentik (pejabat Departemen Keuangan)


Dari Pakasaan Remboken:

Daan Mogot (Kapten (Purn) Pejuang Kemerdekaan) Dari pakasaan Toudano, Touliang, Toulimambot Frans Sigar (Pejabat Departemen Pertanian) Ben Matulandi (Guru dan Pejuang Kemerdekaan) Giroth Wagey (Guru Pensiunan) Otto Rondonuwu ( mantan anggota DPR, Pejuang) Laksamana (Purn) Frick Sumanti (mantan komandan Koarmil) Hans Kawulusan (Kolonel AL (Purn) Ass. Deputi Dewan Pertahanan Keamanan Nasional) Eddy Mambu (Jaba Utama Muda, Ass. Deputi Pertahanan Nasional)


Mereka sepakat mendirikan suatu perkumpulan dengan nama Pinasungkulan Ne Toudano, suatu wadah beranggotakan orang-orang dirantau berasal dari negeri-negeri sekeliling Danau Tondano. Untuk memperkenalkan wadah ini kepada masyarakat Jakarta, khususnya masyarakat Kawanua, diadakanlah malam kesenian dengan judul Semalam Suntuk di Danau Tondano. Pergelaran ini diadakan di Istana Olahraga Senayan (Istora), malam pergelaran sempat sukses dihadiri masyarakat Kawanua di Jakarta dan merangsang kawanua-kawanua untuk bergabung dengan perkumpulan yang baru dibentuk. Pinasungkulan Ne Toudano di ketuai oleh Jan Walandow.


Fase II

Atas usulan:

LN Palar (Babe) mantan Dubes RI di PBB Willy Pesik (mantan Konjen Deplu di Vietnam) Mayjen Piet Ngantung (dosen Lemhanas)

Ketiga-tiganya bukan orang Toulour, oleh sebabnya mereka anjurkan agar Pinasungkulan Ne Toudano diperluas menjadi Pinasungkulan Ne Kawanua agar seluruh orang-orang Minahasa di rantau terutama di Jakarta dapat tertampung dalam wadah tersebut. Usul yang simpatik ini diterima dengan baik oleh Perkumpulan Pinasungkulan Ne Toudano dan dipilih sebagai ketua pada wadah itu Laksamana (Purn) Frick Sumanti. Selama kepengurusannya pecatur-pecatur kawanua berjaya di forum nasional dan internasional. Sebagai bukti nyata: Gedung Percasi yang terletak di jalan Tanah Abang I dinamakan Wisma Frick Sumanti.

Fase III

Dalam perkembangan selanjutnya dibawah kepengurusan Mayjen Piet Ngantung, organisasi ini berubah nama menjadi Kerukunan Keluarga Kawanua pada tanggal bulan 1973.

Dalam era ini didirikanlah:

Yayasan Kebudayaan Minahasa, sebagai ketua Ibu Non Tengker. dr.Gerard Paat ditampung di YKM karena adalah Ketua Lembaga Minahasa di Taman Ismail Marzuki. Yayasan Toar Lumimuut yang bercita-cita mendirikan Wale Pinaesaan Ne Kawangkoan di Batu Pinabetengan (Kawangkoan).

Fase IV

Mayjen (Purn) Piet Ngantung digantikan oleh Ventje Sumual. Dalam pengurusan beliau KKK berkembang pesat. Hampir seluruh perkumpulan keluarga, negeri/kampung/profesi di Jabotabek bergabung dalam wadah KKK ini ,malahan usaha-usaha untuk menggabungkan perkumpulan-perkumpulan kawanua di Surabaya dan luar negeri seperti Los Angeles (California), New York dalam wadah KKK sudah sedang dilaksanakan. Dalam kepengurusan Ventje Sumual didirikanlah Gema Mapalus Raya yang telah mendirikan bank-bank perkreditan rakyat di Minahasa sebagai perwujudan kepedulian kawanua-kawanua di rantau untuk ikut membangun Minahasa.

Fase V

Ventje Sumual diganti oleh Benny Tengker yang dikenal besar kepeduliannya pada olahraga sehingga yang menonjol dalam kepengurusannya adalah petinju-petinju ASMI/AMI menjadi terkenal. Kedua, pendekatan dengan Pemda Minahasa dan Majelis Kebudayaan Minahasa diintensifkan sehingga praktis seluruh kegiatan-kegiatan di Minahasa baik itu berupa seminar, peragaan keseniaan, dll dihadiri oleh Pengurus KKK. Sebaliknya Pemda Minahasa dan majelis kebudayaan Minahasa selalu menghadiri kegiatan-kegiatan dari KKK di Jakarta, baik itu perayaan Natal, Paskah, pagelaran-pagelaran kesenian. Terjadi hubungan timbal balik dan hubungan yang erat/mesra.

Fase VI

Kepengurusan 2002-2007 terbentuklah kepemimpinan kolektif yang disepakati oleh Majelis Pekerja Anggota (MPA) berupa Presidium.


Pendiri

Jan Walandow (Presdir Sarunta Waya) Hein Lalamentik (mantan Gubernur NTT) Hans dan Non Tengker (Ketua Yayasan Gideon) Jules Walandow (wakil Predir Sarunta Waya) Radus Lalamentik (pejabat Departemen Keuangan)


Dari Pakasaan Remboken:

Daan Mogot (Kapten (Purn) Pejuang Kemerdekaan)


Dari pakasaan Toudano, Touliang, Toulimambot:

Frans Sigar (Pejabat Departemen Pertanian) Ben Matulandi (Guru dan Pejuang Kemerdekaan) Giroth Wagey (Guru Pensiunan) Otto Rondonuwu (Mantan anggota DPR, Pejuang) Laksamana (Purn) Frick Sumanti (mantan komandan Koarmil) Hans Kawulusan (Kolonel AL (Purn) Ass. Deputi Dewan Pertahanan Keamanan Nasional) Eddy Mambu (Jaba Utama Muda, Ass. Deputi Pertahanan Nasional)

Pranala luar