Zohra Andi Baso
Zohra Andi Baso | |
---|---|
Lahir | 17 April 1952 Labakkang, Sulawesi Selatan |
Meninggal | 15 Maret 2015[1] | (umur 62)
Pekerjaan | NGO - Pekerja sosial |
Kerabat |
|
Zohra Andi Baso (Lahir di Labakkang, Sulawesi Selatan, 17 April 1952 - 15 Maret 2015). adalah aktivis perempuan Indonesia asal Sulawesi Selatan,[2] dan merupakan kandidat penerima Nobel Peace Prize 2005..[3]
Riwayat Hidup
[sunting | sunting sumber]Awalnya ia sempat ingin jadi polisi, lalu ingin menjadi arsitek, tetapi semakin dewasa, ia semakin memahami bahwa panggilan jiwanya adalah bekerja untuk orang banyak. Ia lalu menjadi wartawan dan kemudian memutuskan berkiprah di LSM. Zohra mengawali dunia aktivisme sejak mahasiswa di Universitas Hasanuddin, Makassar. Ia mendirikan Kelompok Peduli Anak (Kelopak) dan ikut mendirikan Remaja Keluarga Berencana Club, organisasi di bawah payung Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), tahun 1975. Isu kesehatan reproduksi menjadi salah satu isu penting yang terus digelutinya sampai sekarang.[4]
Sang Pendorong
[sunting | sunting sumber]Salah satu isu serius yang menjadi Zohra adalah masalah perdagangan orang, khususnya, perempuan dan anak, atau trafficking. Berbagai laporan badan internasional menyebutkan, perdagangan orang adalah satu dari tiga bisnis kriminal yang paling menguntungkan setelah perdagangan gelap narkoba dan perdagangan senjata bawah tanah. Industri global perdagangan orang mengeruk sekitar 31.6 miliar dolar setahun, sebagian besar dari bisnis seks komersial. Pertumbuhan tindak kriminal serius yang bisa dimasukkan dalam kategori pelanggaran berat hak asasi manusia itu berbanding terbalik dengan krisis ekonomi global. Bahkan krisis ekonomi mendorong semakin masifnya bisnis perdagangan manusia. Perserikatan Bangsa-bangsa memperkirakan sekitar empat juga perempuan, anak perempuan dan anak laki-laki menjadi korban kegiatan kriminal itu. Jumlah korban yang pasti tak bisa diketahui, karena penghitungan statistik tak bisa menjangkaunya (UNDOC, 2006) [5]
Berangkat dari persoalan tersebut, Zohra melalui Forum Pemerhati Masalah Perempuan Sulawesi Selatan (FPMP-SS) bersama organisasi nonpemerintah lain yang bekerja untuk isu perempuan dan anak, mengusulkan pembuatan Perda Pencegahan dan Penghapusan Perdagangan (Trafficking) Perempuan dan Anak kepada Pemerintah Provinsi Sulsel dan DPRD Tingkat I Sulsel. Setelah proses pembahasan selama tiga tahun, pada tanggal 22 Desember 2007 — bersamaan dengan peringatan Kongres Perempuan Pertama di Yogyakarta, 22 Desember 1928, yang kemudian diperingati sebagai Hari Ibu — disahkan Perda No.09 Tahun 2007 tentang Pencegahan dan Penghapusan Perdagangan (Trafficking) Perempuan dan Anak.[3]
Selain aktivitasnya sebagai tokoh pergerakan, Zohra Andi Baso juga merupakan pemerhati lingkungan, Pada tahun 2007 - 2015. ia banyak memberi masukan, motivasi dan dorongan tentang realisasi "Indonesia Back to Nature" yang dikelola aktivis lingkungan dan tokoh anak pedalaman seperti seperti J. Mario Belougi, Marthin Koagouw dan Julia Rara Sarundajang. Pemikirannya banyak mengilhami perjalanan kegiatan tersebut hingga saat ini.[6]
Dasar pemikiran Zohra Andi Baso telah banyak memberi inspirasi serta dorongan kepada generasi penerus bangsa. Figurnya merupakan tokoh yang tidak menedepankan sebuah retorika tapi merupakan pelaku setiap tindakan yang dianggapnya sebagai suatu hal yang benar dan bermanfaat. Ia aktif memberi ide, motivasi serta dorongnan kepada setiap aktivitas yang dilakukan para pekerja sosial.[4]
Sang perintis
[sunting | sunting sumber]Semangat Zohra tidak begitu saja bisa dipadamkan oleh kondisi tubuhnya. Api juang terus menyala di dadanya. Kita bisa menyusur ulang apa yang sudah dilakukannya untuk memajukan hak-hak perempuan dan anak.Sejumlah organisasi di Sulawesi Selatan lahir berkat kerja kerasnya. Bersama teman-temannya, Zohra membentuk forum khusus untuk menangani masalah perempuan dan anak pada tahun 1994. Isu perempuan dan anak juga yang menjadi fokus perhatiannya saat ia terlibat dalam isu hak-hak konsumen melalui Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Sulawesi Selatan tahun 1987, dan menjadi ketuanya pada tahun 1994. Ia mendirikan Forum Pemerhati Masalah Perempuan Sulawesi Selatan tahun 1996, yang kegiatan utamanya adalah advokasi masyarakat dan penegak hukum untuk menghentikan kekerasan terhadap perempuan, dan menjadi koordinatornya untuk waktu yang lumayan panjang.[7]
Ia menjadi salah satu pendiri Koalisi Ornop Perempuan Sulawesi Selatan dan mendorong perempuan masuk ke dalam partai politik untuk menjadi legislator, agar bisa memperjuangkan kepentingan perempuan melalui pembuatan kebijakan yang ramah gender. Zohra meyakini, demokrasi substansial hanya terwujud kalau jumlah perempuan yang ambil bagian dalam proses pengambilan kebijakan publik terkait kesejahteraan masyarakat luas, seimbang dengan jumlah laki-laki.[4]
Ia menjadi salah saksi sejarah perubahan di Indonesia. Zohra berada di antara lautan manusia yang mengepung Gedung DPR/MPR di Senayan, Jakarta, saat terjadi peristiwa monumental dalam proses demokrasi di Indonesia. “Saat itu ratusan ribu mahasiswa, buruh dan perempuan bergabung. Ia bersama dengan aktivs perempuan lainnya yang bergabung dalam Koalisi Perempuan Indonesia Untuk Keadilan dan Demokrasi mengusung agenda reformasi dan membuat pernyataan, diantaranya mendesak turun Soeharto dan kroninya,” kenangnya. Ia melanjutkan, “Kami tidak meninggalkan Senayan sampai Soeharto lengser. Saat itu kekuatan pro demokrasi sangat solid, kami kelompok perempuan secara bergantian mengatur jadwal untuk tetap berada disana.” [8]
Setelah Soeharto lengser, "Zohra melakukan berbagai pertemuan menyikapi kondisi negara dan sepakat menyelenggarakan Kongres Perempuan 1998 di Yogyakarta, untuk memperkokoh organisasi KPI, Koalisi Perempuan Indonesia Untuk Keadilan dan Demokrasi."[4]
Melintas batas
[sunting | sunting sumber]Dunia aktivisme yang digelutinya membawanya ke berbagai pertemuan jejaring organisasi masyarakat sipil di tingkat internasional. Ia terus mengembangkan kerjasama antar aktivis untuk memperjuangkan hak asasi manusia, terutama hak-hak perempuan dan anak. Ia tak pernah mengharapkan penghargaan, meski nama Zohra Andi Baso berada di antara 23 nama perempuan Indonesia yang dicalonkan Organisasi 1000 Women for the Nobel Peace Prize 2005 bersama-sama 977 perempuan lain dari 153 negara penerima Nobel Perdamaian 2005.[3]
Angka 1.000, menurut penjelasan organisasi yang memprakarasi pencalonan tersebut di Bern, Swiss, adalah simbol jutaan perempuan di dunia yang berjuang demi perdamaian dan martabat manusia. Bersama 24 nominator Indonesia, namanya masuk dalam 100 nominator penerima penggahargaan N-Peace Award 2012, untuk katagori Peace Builder (Pembangun Perdamaian). Selama 39 tahun malang-melintang di dunia aktivisme, peraih gelar master dari Institut Pertanian Bogor kerap itu menghadiri berbagai konferensi internasional. Dari begitu banyak konferensi yang diikutinya, ada beberapa yang mengesankan. Di antaranya adalah konferensi mengenai hak-hak seksual dan kepanikan moral di San Francisco, Amerika Serikat, tahun 2005.[5]
Dia diundang setelah abstraknya tentang pendidikan seksual sebagai alternatif pencegahan infeksi HIV/AIDS diterima. Keprihatinannya pada isu itu juga didasari kenyataan makin maraknya industri pornografi dan mudahnya akses untuk mendapatkannya, baik melalui VCD yang dijual bebas, mau pun Internet. Zohra selalu mengingatkan tentang pluralisme Indonesia. Negeri ini terdiri dari beragam suku, budaya, adat istiadat, agama dan kepercayaan. Nilai tersebut harus dijunjung tinggi di seluruh lingkup pergaulan dalam masyarakat.[4]
Selama 16 tahun, Zohra ikut membangun Koalisi Perempuan Indonesia, sebagai deputi pada periode 1999-2004, dan anggota Presidium Nasional pada periode 2004-2009 dan periode 2009-2014. Dengan latar belakang itu, ia punya cukup otoritas untuk mengingatkan, “Pengurus harus betul-betul memahami Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta nilai-nilai perjuangan Koalisi Perempuan Indonesia, dan membangun KPI berdasarkan demokrasi substansial.” [5]
Semua itu adalah sebagian jejak yang dicatat oleh sejarah gerakan perempuan Indonesia. Zohra Andi Baso telah mengabdikan diri untuk perjuangan kemanusiaan dan hak asasi manusia selama lebih separuh hidupnya. Semangatnya masih menyala, sama kuatnya seperti ketika dia memulai semuanya 39 tahun lalu, meski tubuhnya mengisyaratkan lain. Dia terus memberi dukungan dan inspirasi. Zohra adalah lentera yang tak pernah padam.[3]
Karier
[sunting | sunting sumber]- Supervisi Solidaritas Perempuan Indonesia untuk HAM (2003 - 2009)
- Supervision Women Solidarity Indonesia for Human Rights (2004 - 2007)
- Chair National Presidium Women's Coalition for Justice and Democracy Indonesia (2003 - 2009)
- Member of Dewan etik ACC (Anti Coruption Committee)
Pranala luar
[sunting | sunting sumber]- (Indonesia) Profil Zohra Andi Baso Databiografi.com
- (Indonesia) Profil Zohra Andi Baso Merdeka.com
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ "Aktivis Berani dari Sul Sel, Zohra Andi Baso Meninggal Dunia". Merdeka.com. Diakses tanggal 28-10-2021.
- ^ "In Memoriam Aktivis Perempuan, Zohra Andi Baso". rakyatsulsel.co. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-11-14. Diakses tanggal 14-11-2021.
- ^ a b c d "Zohra Andi Baso Aktivis Perempuan Sulawesi Selatan ", Data Biorafi. Diakses tangal 11 Juni 2016
- ^ a b c d e "Lentera Yang Tak Pernah Padam", koalisiperempuan.or.id . 16 Maret 2016. Diakses tanggal 11 Juni 2016
- ^ a b c "Zohra Andi Basso: Saya ingin hidup 1000 tahun lagi", Diarsipkan 2016-08-11 di Wayback Machine. merdeka.com, 16 maret 2015. Diakses tanggal 11 Juni 2016
- ^ "Indonesia Back to Nature Solusi Alternatif Pelestarian Hutan Indonesia", Diarsipkan 2019-01-05 di Wayback Machine. Tribunnews.com, 12 Mei 2015. diakses tangal 11 Jnui 2016
- ^ "ZOHRA ANDI BASO, PEJUANG PEREMPUAN SULSEL YANG TANGGUH", Diarsipkan 2016-08-19 di Wayback Machine. portalluwunews.com. Diakses tanggal 11 Juni 2016